PERTEMUAN II
ARTIKEL 1
Terapi Psikoanalisis
Penerapan
Teori Psikoanalisis
Freud
adalah pemikir yang spekulatif dan juga inovatif, yang boleh jadi lebih
tertarik pada pengembangan teori daripada menangani mereka yang sakit. Ia
mencurahkan begitu banyak waktu untuk menemukan teori yang tidak hanya mebantu
pasien, tetapi juga membantunya melihat kedalam kepribadian manusia yang
diperlukan untuk membangun teori psikoanalisis.
Teknik
Terapeutik Awal Freud
Sebelum
menggunakan teknik psikoterapi asosiasi bebas yang agak pasif, freud bergantung
pada pendekatan yang jauh lebih aktif. Freud menggambarkan teknik yang ia
gunakan untuk membuka kenangan masa kanak-kanak yang mengalami represi.
Prosedur yang sangat aktif seperti ini memang memberikan hasil yang Freud
butuhkan, yaitu pengakuan akan godaan masa kanak-kanak. Sembari menggunakan
tafsir mimpi dan hipnotis, Freud menyampaikan pada pasiennya bahwa gambaran
pengalaman seksual masa kanak-kanak akan mucul.
Teknik
Terapeutik Freud yang Berkembang Kemudian
Tujuan
utama dari terapi psikoanalisis Freud yang berkembang kemudian adalah
mengungkapkan ingatan yang di represi melalui asisasi bebas dan analisis mimpi.
“Terapi kita bekerja dengan cara mengubah apa yang tak disadari menjadi disadari,
dan terapi ini berhasil apabila mampu menyebabkan perubahan tersebut (Freud;280
(dalam Fiest&Fiest)). Lebih spesifik lagi, tujuan dari psikoanalisis adalah
untuk memperkuat ego, untuk membuatnya mandiri dari superego, memperluas
presepsi dan mengembangkan organisasinya sehingga ego tersebut dapat mengambil
alih id. Dimana ada id, disitu ada ego.
Melalui
asosiasi bebas (free association), pasien diminta untuk mengutarakn setiap
pikiran yang muncul dalam benaknya, tanpa memandang apakah pikiran tersebut ada
atau tidak ada hubungannya ataupun menimbulkan rasa jijik. Tujuan asosiasi
bebas adalah melalui serangkaian asosiasi, dan mengikuti kemana ego ini pergi.
Proses ini tidak mudah dan sejumlah pasien tak bisa menjalani proses tersebut.
oleh karena itu, analisis mimpi menjadi terapeutik yang paling disukai Freud.
Agar
penanganan analitis ini berhasil, libido yang semula muncul dalam bentuk
gejala-gejala neurotis harus dibebaskan agar dapat melayani ego. Hal ini
membutuhkan prosedur dua tahap. Petama, semua libido dipaksa pindah dari gejala
ke transferens dan fokus disitu; kedua, pergulatan diarahkan pada objek yang
baru ini dan melalui proses ini, libido pun terbebaskan.
Situasi
transferens ini sangat penting dalam psikoanalisis, transferens (transference) mengacu pada perasaan seksual atau
agresif yang kua, baik positif maupun negatif, yang dikembangkan oleh pasien
selama penanganan terhadap terapis mereka. Perasaan transferens ini tidak
disebabkan oleh si terapis karena perasaan yang berangkat dari pengalaman masa
lalu pasien, terutama dengan orang tua mereka, hanya sekedar dialihkan kepada
si terapis. Dengan kata lain, perasaan terapis terhadap si terapis sama seperti
yang dulu mereka rasakan pada salah satu atau kedua orang tua. Selama perasaan
ini berwujud rasa tertarik atau cinta, transferens ini tidak menganggu proses
terapi, tetapi justru mendukug kemajuan si pasien. Transferens positif
memungkinkan pasien untuk menhidupkan kembali pengalaman masa kecil merekadalam
iklim penanganan analitis yang tak mengancam. Akan tetepi transfrens negatif
dalam bentuk kebencian perlu dikenali oleh terapis dan dijelaskan kepada pasien
agar mereka bisa mengatasi resistensi terhadap penanganan
Resistensi (resistance),
yaitu beragam respons tidak sadar yang digunakan oleh pasien untuk menghambat
kemajuan mereka sendiri selama terapi, bisa menjadi sinyal positif karena ini
berarti terapi mulai meninggalkan ranah yang superficial. Freud mencatat adanya
sejumlah keterbatasan dari penanganan psikoanalisis. Pertama, tidak semua kengan
masa lalu bisa atau sebaiknya dibawa kealam sadar. Kedua, penanganan ini tidak
efektif untuk psikosis atau penyakit menetap dibandingkan dengan
masalah-masalah yang terkait dengan fobia, hysteria, dan obsesi. Keterbatasan
ketiga, tidak hanya terbatas pada psikoanalisis, yaitu setelah sembuh, pasien
bisa mengalami masalah psikis lain. Menyadari keterbatasan masalah tersebut,
freud merasa bahwa psikoanalisis bisa digunakan bersama-sama dengan
terapi-terapi lainnya. Akan tetapi ia berulang kali menekankan bahwa
psikoanalisis tidak bisa dipersingkat atau dimodifikasi.
Freud
menggunakan analisis mimpi untuk
mengubah muatan manifest pada mimpi menjadi muatan laten yang lebih penting.
Muatan manifest (manifest content) dari mimpi adalah makna mimpi pada permukaan
atau deskripsi sadar yang disampaikan oleh orang yang bermimpi. Sedangkan
muatan laten (latent content) bereti hal-hal yang tidak disadari. Asusmsi dasar
dari analisis mimpi Freud adalah hampir semua mimpi merupakan upaya pemenuhan keinginan (wish fulfillments).
Asumsi bahwa mimpi merupaka upaya pemenuhan keinginan, tidak muncul pada pasien
yang mengalami pengalaman traumatis. Pada orang-orang seperti ini, mimpi muncul
mengikuti mengikuti prinsip kompulsi repetisi (repetition compulsion) ketimbang memenuhi keinginan. Mimipi-mimpi
seperti ini lazim didapati pada orang-orang yang mengalamikelainan stess pasca
trauma (posttraumatic stress disorder)
yang berulang kali memimipikan pengalaman yang menakutkan atau traumatis.
SUMBER:
Fiest & Fiest. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika
Komentar
Posting Komentar