PERTEMUAN II (Artikel 4)
ARTIKEL 4
Konsep Dasar Teori Psikoanalisis
Kesadaran
Alam
sadar (conscious), yang memainkan peran tak berarti dalam psikoanalisis,
didefinisikan sebagai elemen-elemen mental yang setiap saat berada dalam
kesadaran. Ini adalah salah satunya tingkatk kehidupan mental yang bisa
langsung kita raih. Ada dua pintu yang dapat dilalui oleh pikiran agar bisa
masuk kea lam sadar. Pintu pertama adalah melalui sistem kesadaran
perseptual (perceptual conscious),yaitu
terbuka pada dunia luar dan berfungsi sebagai perantara bagi peresepsi kita
tentang stimulus dari luar. Dengan kata lain, hal-hal yang kita rasakan melalui
indera dan tidak dianggap mengancam, masuk kedalam alam sadar.
Sumber
kedua bagi elemen alam sadar ini datang dari dalam struktur mental dan mencakup
gagasan-gagasan tidak mengancam yang dtang dari alam bawah sadarmaupun
gambaran-gambaran yang membuat cemas, tetapi terselubung dengan rapi yang
berasal dari alam tidak sadar.seperti dijelaskan sebelumnya, gambaran tidak
sadar dapat lolos masuk kea lam bawah sadar karena bersembunyi sebagai
elemen-elemen yang tidak berbahayasehingga mampu menembus sensor pertama.
Setelah masuk kea lam bawah sadar, mereka terus menyelinap melewati sensor
akhir dan masuk kea lam sadar.ketika gagasan-gagasan tersebut sudah berubah
wujud dan terselubung dalam bentuk perilaku-perilaku yang defensif ataupun
dalam bentuk mimpi.
Secara
ringkas, Freud membayangkan alam tidak sadar sebagai sebuah aula luas berpintu
lapang tempat berbagai orang yang saling berbeda satu dengan yang lainnya,
penuh semangat tapi juga ugal-ugalan, sibuk mondar-mandir, berkerumun, dan
berusaha terus-menerus untuk lolos dari penjagaan dan masuk kedalam ruang
penerimaan tamu. Akan tetapi, penjaga yang waspada menghalang-halangi jalan
antara aula yang luas tersebut dengan ruang peenerimaan tamu yang sempit.
Penjaga ini mempunyai dua cara untuk menghambat tamu-tamu yang tak diinginkan
agar tidak lolos dari aula tersebut, yaitu dengan menutup pintu rapat-rapat
dengan menendang keluar orang-orang yang berhasil kabur dari pengawasan dan
masuk keruang penerimaan tamu. Kesdua cara tersebut membuahkan hasil yang sama;
orang-orang tidak bisa diatur dan tidak mau taat, dicegah sedemikian rupa
sehingga tamu penting yang duduk diujung ruang penerima tamu dibalik layar tak
bisa melihat kedatangan orang-orang tak tahu adat ini. Analog ini mempunyai
makna yang gambling. Mereka yang ada diaula merupakan gambaran-gambaran tidak
sadar. Ruang penerimaan tamu nan kecil merupakan alam bawah sadar dan mereka
yang ada diruang tersebut adalah gagasan-gagasan bawah sadar. Sementara mereka
yang ada diruang penerimaan tamu (alam bawah sadar) bisa jadi tak disadari oleh
tamu penting yang sudah tentu, mewakili alam sadar. Penjaga pintu yang emamntau
pintu gerbangdiantara kedua ruang tersebut adalah sensor pertama yang mencegah
gambaran tidak sadar masuk ke kesadaran dan memastikan agar gambaran bawah
sadar masuk kembali kea lam tidak sadar. Layar yang menyekimuti si tamu penting
tadi adalah sensor akhir yang mencegah sejumlah besar, tetapi tidak semua,
elemen bawah sadar agar tidak bisa masuk kea lam sadar.
Mekanisme
Pertahanan Ego
Freud
pertama kali mengembangkan pikiran tentang mekanisme pertahanan diri pada tahun
1926. Kemudian anaknya Anna menyempurnakan dan menata konsep ini. Sekalipun
mekanisme pertahanan ini normal dan digunakan secara universal, apabila
digunakan secara ekstrem, maka mekanisme-mekanisme ini akan mengaruh pada
perilaku yang kompulsif, repetitif, juga neurotis.
Mekanisme-mekanisme
pertahanan utama yang diidentifikasi oleh Freud adalah sebagai berikut:
·
Represi
Mekanisme pertahanan dasar, ego melindungi dirinya
dengan cara memakasa perasan-perasaan mengancam masuk kea lam tidak sadar.
·
Pembentukan
reaksi
Mengganti implus dengan kebalikannya. Misalnya,
seseorang yang melakukan kampanye anti merokok, padahal ia sendiri adalah
seorang perokok aktif.
·
Pengalihan
Mengalihkan perasaan emosional pada objek yang
biasanya lebih rendah tingkatannya. Misalnya, seseorang yang marah pada
temannya, tetapi ia malah melampiaskan kemarahannya pada adiknya
·
Regresi
Kembali kepada tahap perkembangan yang lebih awal,
mundur ke cara di masa lalu. Misalnya ketika ketakutan, Andi mengompol padahal
usia Andi 20 tahun
·
Proyeksi
Pantulan, memantulkan implus kepada orang lain
seolah-olah orang lain itulah yang mempunyai implus tersebut. misalnya, seorang
mahasiswa hasil UTS salah satu mata kuliahnya jelek, tetapi mahasiswa tersebut
malah menyalahkan dosen dengan menganggap dosen tersebut tidak benar dalam
member nilai. Padahal mahasiswa tersebutlah yang tidak berusaha dengan
maksimal.
·
Denial
Penolakan, tidak menerima kenyataan yang menyakitkan
kedalam ketidaksadaran. Misalnya, sesorang yang mengalami kecelakaan, lalu kaki
nya harus diamputasi. Kemudian ia tidak bisa menerima kenyataan tersebut.
·
Rasionalisasi
Ada alasan-alasan dari masalah yang harusnya bisa
diselesaikan atau pertahanan diri untuk mempertahankan perilaku yang sebenarnya
tidak benar. Misalnya, orang tua yang memukul anaknya dengan alasan untuk
membangun karakter anak tersebut
·
Sublimasi
Menukar atau menggantikan sesuatu yang menyimpang,
keinginan terpendam yang negatif kemudian dikeluarkan dengan sesuatu yang
psitif. Misalnya, seseorang yang ingin ikut dalam tawuran, tetapi digantikan
dengan mengikuti bela diri
Perkembangan
Psikoseksual
1. Tahap oral (0-1 tahun), perilaku menghisap dan
menggigit. Jika tidak terpenuhi:
a.
Oral passive
personality (kurang terbuka, tidak asertif)
b.
Oral aggressive
personality (suka mendebat, mencaci)
2. Tahap anal (1-3 tahun), perilaku buang air besar dan
kecil. Jika tidak diajarkan;Anal aggressive personality (tidak rapi, jorok,
sembarangan, seenaknya). Jika terlalu keras diajarkan; Anal refentif
personality (kurang berani, pelit, kurang spontan)
3. Tahap phalik (3-5 tahun), kenikmatan pada perilaku
yang berhubungan dengan alat kelamin. Jika dilarang; withdrwal (menarik diri
dari hubngan heteroseksual), sangat feminism dan cendrung tidak tertarik pada
lawan jenis
4. Tahap laten (5-13 tahun), perilaku, dorongan seks
ditekan (masa tenang)
5. Tahap genital (>13 tahun), perlaku; mulai
tertarik pada lawan jenis dan dorongan seksual mulai timbul secara nyata
Unsur-unsur Terapi
Tujuan
terapi dan peran terapis
Tujuan
utama dari terapi psikoanalisis Freud yang berkembang kemudian adalah
mengungkapkan ingatan yang di represi melalui asisasi bebas dan analisis mimpi.
“Terapi kita bekerja dengan cara mengubah apa yang tak disadari menjadi
disadari, dan terapi ini berhasil apabila mampu menyebabkan perubahan tersebut
(Freud;280 (dalam Fiest&Fiest)). Lebih spesifik lagi, tujuan dari
psikoanalisis adalah untuk memperkuat ego, untuk membuatnya mandiri dari
superego, memperluas presepsi dan mengembangkan organisasinya sehingga ego
tersebut dapat mengambil alih id. Dimana ada id, disitu ada ego.
Teknik-teknik
terapi
Melalui
asosiasi bebas (free association), pasien diminta untuk mengutarakn setiap
pikiran yang muncul dalam benaknya, tanpa memandang apakah pikiran tersebut ada
atau tidak ada hubungannya ataupun menimbulkan rasa jijik. Tujuan asosiasi
bebas adalah melalui serangkaian asosiasi, dan mengikuti kemana ego ini pergi.
Proses ini tidak mudah dan sejumlah pasien tak bisa menjalani proses tersebut.
oleh karena itu, analisis mimpi menjadi terapeutik yang paling disukai Freud.
Agar
penanganan analitis ini berhasil, libido yang semula muncul dalam bentuk
gejala-gejala neurotis harus dibebaskan agar dapat melayani ego. Hal ini
membutuhkan prosedur dua tahap. Petama, semua libido dipaksa pindah dari gejala
ke transferens dan fokus disitu; kedua, pergulatan diarahkan pada objek yang
baru ini dan melalui proses ini, libido pun terbebaskan.
Situasi
transferens ini sangat penting dalam psikoanalisis, transferens (transference) mengacu pada perasaan seksual atau
agresif yang kua, baik positif maupun negatif, yang dikembangkan oleh pasien
selama penanganan terhadap terapis mereka. Perasaan transferens ini tidak
disebabkan oleh si terapis karena perasaan yang berangkat dari pengalaman masa
lalu pasien, terutama dengan orang tua mereka, hanya sekedar dialihkan kepada
si terapis. Dengan kata lain, perasaan terapis terhadap si terapis sama seperti
yang dulu mereka rasakan pada salah satu atau kedua orang tua. Selama perasaan
ini berwujud rasa tertarik atau cinta, transferens ini tidak menganggu proses
terapi, tetapi justru mendukug kemajuan si pasien. Transferens positif
memungkinkan pasien untuk menhidupkan kembali pengalaman masa kecil merekadalam
iklim penanganan analitis yang tak mengancam. Akan tetepi transfrens negatif
dalam bentuk kebencian perlu dikenali oleh terapis dan dijelaskan kepada pasien
agar mereka bisa mengatasi resistensi terhadap penanganan
Resistensi (resistance),
yaitu beragam respons tidak sadar yang digunakan oleh pasien untuk menghambat
kemajuan mereka sendiri selama terapi, bisa menjadi sinyal positif karena ini
berarti terapi mulai meninggalkan ranah yang superficial. Freud mencatat adanya
sejumlah keterbatasan dari penanganan psikoanalisis. Pertama, tidak semua
kengan masa lalu bisa atau sebaiknya dibawa kealam sadar. Kedua, penanganan ini
tidak efektif untuk psikosis atau penyakit menetap dibandingkan dengan masalah-masalah
yang terkait dengan fobia, hysteria, dan obsesi. Keterbatasan ketiga, tidak
hanya terbatas pada psikoanalisis, yaitu setelah sembuh, pasien bisa mengalami
masalah psikis lain. Menyadari keterbatasan masalah tersebut, freud merasa
bahwa psikoanalisis bisa digunakan bersama-sama dengan terapi-terapi lainnya.
Akan tetapi ia berulang kali menekankan bahwa psikoanalisis tidak bisa
dipersingkat atau dimodifikasi.
Freud
menggunakan analisis mimpi untuk
mengubah muatan manifest pada mimpi menjadi muatan laten yang lebih penting.
Muatan manifest (manifest content) dari mimpi adalah makna mimpi pada permukaan
atau deskripsi sadar yang disampaikan oleh orang yang bermimpi. Sedangkan
muatan laten (latent content) bereti hal-hal yang tidak disadari. Asusmsi dasar
dari analisis mimpi Freud adalah hampir semua mimpi merupakan upaya pemenuhan keinginan (wish
fulfillments). Asumsi bahwa mimpi merupaka upaya pemenuhan keinginan, tidak
muncul pada pasien yang mengalami pengalaman traumatis. Pada orang-orang
seperti ini, mimpi muncul mengikuti mengikuti prinsip kompulsi repetisi (repetition compulsion) ketimbang
memenuhi keinginan. Mimipi-mimpi seperti ini lazim didapati pada orang-orang
yang mengalamikelainan stess pasca trauma (posttraumatic
stress disorder) yang berulang kali memimipikan pengalaman yang menakutkan
atau traumatis.
SUMBER:
Fiest & Fiest. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika
Komentar
Posting Komentar