ARTIKEL 2
Perbedaan Psikoterapi dan
Konseling, Pendekatan terhadap Mental Illness, dan Bentuk Utama Terapi
Perbedaan Psikoterapi dan Konseling
Gladding
(dalam Lesmana, 2008) mengatakan bahwa definisi Konseling professional yang
diterima oleh American Counseling
Association (ACA) adalah aplikasi dari prinsip-prinsip kesehatan mental
psikologi, atau perkembangan manusia melalui intervensi kognitif, afektif,
behavioral atau sistemik, strategi yang memperhatikan kesejahteraan (wellness), pertumbuhan pribadi, atau
pengembangan karier, tetapi juga patologi.
Berkaitan
dengan definisi diatas, maka konseling terkait dengan:
- Keprihatinan pada kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, karier, dan juga patologi. Dengan perkataan lain, berkaitan dengan bidang-bidang yang melibatkan hubungan antar manusia dan hubungan dengan dirinya sendiri, berhubungan dengan menemukan makna hidup dan penyesuaian dalam berbagai situasi (sekolah, karier, keluarga, dan lain-lain).
- Untuk orang-orang yang dianggap masih berfungsi normal (“within the normal range of fungtioning”).
- Berdasarkan teori dan berlangsung dalam setting (tatanan) yang terstuktur.
- Suatu proses dimana klien belajar bagaimana membuat keputusan dan memformulasikan cara baru untuk bertingkah laku, merasa, dan berpikir (berhubungan dengan pilihan dan perubahan.
- Selain hal tersebut diatas Gladding (dalam Lesmana 2008) juga mengatakan bahwa konseling adalah suatu profesi. Artinys yang dapat melakukan konseling adalah orang yang memang mendapat pendidikan untuk melakukan konseling dan melalui proses sertifikasi serta harus mendapatkan lisensi untuk melakukan konseling.konseling juga mencakup berbagai subspesialitas seperti konselling sekolah, konseling perkawinan dan keluarga, konseling kesehatan mental, konseling rehabilitasi dan karier. Gladding (dalam Lesmana 2008) menyimpulkan bahwa:
Counseling is a relatively short-term, interpersonal,
theory based, professional, activity guided by ethical and legal standars that
focuses on helping persons who are bassicalliy psychologically healthy, to
resolve developmental and situational problems.
Mengenai Psikoterapi, Gladding (dalam Lesmana 2008)
menyebutkan hal-hal berikut:
ü Berhubungan dengan masalah gangguan jiwa yang lebih
serius
ü Lebih menekankan pada yang lalu daripada yang
sekarang
ü Lebih menekankan pada insight daripada perubahan (change)
ü Terapis menyembunyikan dan tidak membeberkan
nilai-nilai dan perasaan (hide rather
than reveals values and feelings)
ü Peran terapis lebih sebagai ahli dan bukan sharing patner
ü Perubahan-perubahan rekonstruktif.
ü Hubungan jangka panjang (20-40 sesi)
Mengenai
hubungan terapeutis, Rogers (dalam Lesmana 2008) mengatakan bahwa dibandingkan
dengan hubungan interpersonal yang biasa, maka hubungan terapeutis merupakan
suatu hubungan interpersonal yang khusus, berbeda tetapi sama dengan hubungan
interpersonal lainnya. Berarti, banyak kaidah yang berlaku pada hubungan
interpersonal juga berlaku bagi hubungan terapeutis, tetapi ada juga
perbedaannya, karena merupakan suatu jenis hubungan interpersonal yang khusus.
Konseling
dan terapi berbeda terutama pada kedalaman analisis masalah yang terdapat, juga
ada pada penekanan perbedan subyek untuk konseling dan terapi. Konseling
menekankan pada hal-hal yang sadar dan masa sekarang, sedangkan terapi masa
lalu. Sifat gangguan yang ditangani oleh konseling dan terapi juga berbeda ,
pada konseling lebih kepada masalah-masalah yang membutuhkan pemecahan masalah,
sedangkan terapi menangani masalah-masalah disfungsi atau gangguan emosional
yang parah.
Hansen,
Stevic dan Warner (dalam Lesmana 2008) melihat perbedaan konseling dan
psikoterapi sama dengan apa yang telah dipaparkan sebelumnya. Ia melihat
masalah yang ditangani konseling lebih pada masalah-masalah hubungan
interpersonal dan berkaitan dengan masalah-masalah peran. Misalnya, bagaimana
seorang perempuan yang menikah dan bekerja membagi waktu untuk dirinya sendiri,
suami dan anak-anaknya? Bagaimana ia juga berperan sebagai anak untuk
orangtuanya? Kesulitan-kesulitan semacam ini termasuk dalam ruang lingkup
konseling.
Pendekatan Psikoterapi terhadap
Mental Illness
Bidang
psikoterapi diwarnai oleh banyak pendekatan yang berbeda satu sama lain. Namun
demikian, sejak awal 1980-an psikoterapi mulai berkembang kearah integrasi dan
elektisisme. Gerakan ini bertujuan untuk menggabungkan berbagsi orientasi yang
terbaik sehingga dapat dirancang penangan yang lebih baik.
Konseling
dan psikoterapi integrative merupakan suatu proses sleksi dari proses seleksi
dari konsep-konsep dan metode-metode dari berbagai pendekatan. Salah satu
munculnya alas an inegrasi adalah adanya pemahaman bahwa tidak ada satu teori
yang cukup komprehensif untuk memahami kompleksitas tingkah laku manusia,
terutama bila klien yang ditemui berbeda-beda dengan masalah yang bervariasi
pula.
Brammer,
Abrego, dan Shostrom (dalam Lesmana 2008) mengatakan bahwa menciptakan
pendekatan yang terintegrasi tidaklah mudah. Terapis tidak hanya dapat
mengambil begian-bagian tertentu secara acak, random, dan tidak terstruktur. Untuk membentuk prespektif yang
terintegrasi perlu dilakukan pemikiran yang mendalam. Terapis perlu banyak
melakukan pemikiran, membaca berbagai literatur dan kemudian dalam terapi
menerapkannya dalam bentuk suatu sintesis. Dalam proses mensitesis, criteria
yang perlu diperhatikan adalah konsep yang dipadukan harus sederhana,
didasarkan pada data, konsisten, terbuka untuk kritik dan perubahan serta
bermanfaat untuk menjelaskan dan memprediksi tingkah laku
Bentuk Utama Terapi
Psikoterapi
menurut Phares (dalam Markam 2007) dapat dibedakan dalam beberapa aspek, yakni
menurut taraf kedalamannya, dan menurut tujuannya. Menurut kedalamannya
dibedakan psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan psikoterapi rek ronstruktif
.
Psikoterapi
suportif tujuannya memperkuat perilaku penyesuaian diri klien yang sudah baik, member
dukungan psikologis, dan menghindari diri dari usaha untuk menggali apa yang
ada dalam alam bawah sadar klien. Alasan penghindaran karena kalau akan “dibongkar”
ketidaksadarannya, klien ini mungkin akan menjadi lebih parah dalam penyesuaian
dirinya. Psikoterapi suportif biasanya dilakukan untuk memberikan dukungan pada
klien untuk tetap bertahan menghadapi kesulitannya.
Psikoterapi
reedukatif bertujuan untuk mengubah pikiran atau perasaan klien agar ia dapat
berfungsi lebih efekti. Disini terapis tidak hanya member dukungan, tapi juga
mengajak klien atau pasien untuk mengkaji ulang keyakinan kilen, mendidik
kembali, agar ia dapat menyesuaikan diri lebih baik setelah mempunyai pemahaman
yang baru atas persoalannya. Terapis disini tidak hanya membatasi diri membahas
kesadaran saja , namun juga tidak terlalu menggali ketidaksadaran. Psikoterapi jenis
reedukatif ini biasanya yang terjadi dalam konseling.
Psikoterapi
rekonstruktif bertujuan untuk mengubah seluruh kepribadian pasien/klien, dengan
menggali ketidaksadaran klien, menganalisis mekanisme defensif yang patologis, member
pemahaman akan adanya proses-proses tak sadar, dan seterusnya. Psikoterapi jenis
ini berkaitan dengan pendekatan psikoanalisis dan biasanya berlangsung intensif
dalam waktu yang sangat lama.
SUMBER:
Lesmana, JM. (2008). Dasar-dasar Konseling. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Markam, Surapti LS. Sumarmo. (2007). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Komentar
Posting Komentar